Review dan Evaluasi Desain Perkerasan Jalan Komposit pada Proyek Peningkatan Jalan Paket D-KIPP 1B-1C Kawasan IKN
1. Latar Belakang
Proyek
Peningkatan Jalan Paket D di KIPP 1B-1C, Ibu Kota Nusantara (IKN), merupakan
inisiatif strategis pemerintah untuk membangun infrastruktur jalan berkualitas
tinggi dengan umur layanan yang panjang. Jalan ini dirancang untuk menunjang
mobilitas dan konektivitas di kawasan inti pemerintahan. Dalam proyek ini,
digunakan sistem perkerasan komposit, yang mengombinasikan perkerasan
kaku (rigid) dan perkerasan lentur (flexible) untuk mengoptimalkan kinerja
struktural dan fungsional jalan.
Struktur perkerasan komposit pada
proyek ini terdiri dari susunan lapis:
·
AC-Wearing
Course (lapisan permukaan aspal beton) setebal 5 cm
· Pelat
Beton (PCC slab) setebal 26 cm
·
Lapisan
Beton Kurus (Lean Concrete/LC) setebal 10 cm
·
Lapisan
Agregat Kelas A setebal 20 cm
·
Lapisan
Agregat Kelas C setebal 20 cm
· Tanah
Dasar/Timbunan dengan nilai CBR sebesar 6%
Pemilihan sistem perkerasan komposit
ini bertujuan menggabungkan kekuatan struktural beton dengan fleksibilitas dan
kenyamanan permukaan aspal. Namun, pendekatan komposit juga memiliki tantangan
teknis seperti potensi retak refleksi (reflection cracking), perbedaan modulus
antar lapis, dan potensi kerusakan akibat kondisi tanah dasar yang tidak
stabil. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi teknis mendalam untuk
menilai apakah konfigurasi desain ini telah memenuhi persyaratan ketahanan
terhadap beban lalu lintas, stabilitas terhadap kondisi tanah dasar, serta
mampu mengakomodasi kondisi lingkungan setempat. Evaluasi ini penting untuk
memastikan desain struktur perkerasan memberikan kinerja optimal dan efisiensi
jangka panjang, sekaligus menjadi referensi teknis untuk pengembangan jaringan
jalan lain di Kawasan IKN.
2. Tujuan Evaluasi
Evaluasi ini
bertujuan untuk:
·
Menilai dan memastikan desain struktur perkerasan
komposit mampu memberikan performa optimal dalam menahan beban lalu lintas.
·
Mencegah kerusakan dini seperti retak pada lapisan
permukaan aspal beton (AC-Wearing Course) dan mengurangi efek refleksi
sambungan dari pelat beton (PCC Slab).
·
Mengidentifikasi
potensi permasalahan struktural seperti pumping, retak reflektif, dan
deformasi permanen akibat ketidaksesuaian antar lapisan perkerasan.
Dengan
melakukan evaluasi teknis yang komprehensif, diharapkan dapat diberikan rekomendasi
teknis yang tepat terkait penyesuaian desain, metode pelaksanaan, serta
strategi pemeliharaan jalan guna mencapai perkerasan jalan yang memiliki umur
layanan panjang (long-life pavement), berkinerja tinggi, dan nyaman
dilalui kendaraan.
3. Ruang Lingkup Evaluasi
Evaluasi
ini mencakup kajian terhadap beberapa aspek kunci:
a.
Kompatibilitas
Antar Lapis
Menjadi
perhatian utama, terutama dalam konteks perbedaan modulus material yang dapat
menimbulkan ketidakterpaduan (modulus misalignment) dan potensi slip
antar muka lapisan.
b.
Efektivitas Sistem Komposit
Dikaji secara menyeluruh dalam meredam tegangan akibat
pembebanan berulang untuk menghindari kegagalan prematur.
c.
Potensi Retak Refleksi
Analisis cermat diperlukan mengingat kombinasi material
antara lapisan fleksibel (aspal) dan lapisan kaku (beton semen Portland). Retak
dapat muncul akibat tegangan termal, tegangan lentur berulang dari beban lalu
lintas, atau konsentrasi tegangan pada sambungan pelat beton. Refleksi
sambungan terjadi ketika pola sambungan atau retak pada pelat beton di bawahnya
memantul ke atas dan muncul pada lapisan aspal sebagai retak memanjang atau
transversal.
Mengingat Manual Desain Perkerasan
(MDP) 2024 hanya memberikan panduan teknis untuk sistem JPCP, JRCP, dan CRCP,
tanpa secara eksplisit mengatur pelat beton tanpa sambungan (full slab
atau CRCP) dalam perkerasan komposit di Indonesia, evaluasi ini juga
mempertimbangkan pendekatan dari standar dan referensi internasional,
terutama terkait isu retak refleksi yang merupakan tantangan utama dalam desain
perkerasan komposit rigid-asphalt.
4. Metodologi Evaluasi
4.1
Studi Literatur dan Pedoman Teknis
Mengacu pada pedoman Bina Marga,
AASHTO, Austroads, serta publikasi akademik lainnya. Kajian ini mencakup
peninjauan metode desain struktural, karakteristik material, serta panduan
konstruksi dan pemeliharaan dari berbagai standar nasional dan internasional.
Pedoman Bina Marga memberikan acuan spesifik untuk kondisi Indonesia, sementara
AASHTO dan Austroads digunakan untuk membandingkan pendekatan dan praktik
terbaik dari negara lain, sehingga evaluasi dapat dilakukan secara lebih
komprehensif dan berbasis bukti.
4.2
Komparasi Sistem Perkerasan
Mengevaluasi efektivitas penggunaan
sistem perkerasan komposit dengan membandingkannya terhadap sistem perkerasan
fleksibel (flexible pavement) dan sistem perkerasan kaku (rigid
pavement).
a.
Perkerasan Fleksibel
Menggunakan agregat dan aspal, dengan distribusi tegangan
yang menyebar ke bawah. Keunggulannya adalah biaya awal lebih rendah dan
kecepatan pelaksanaan tinggi. Namun, rentan terhadap deformasi permanen
(rutting) dan kerusakan permukaan akibat suhu serta beban berulang, sehingga
memerlukan pemeliharaan lebih intens.
b.
Perkerasan Kaku
Menggunakan pelat beton semen, menawarkan ketahanan
struktural tinggi terhadap beban lalu lintas berat dan umur layanan panjang.
Sistem ini relatif lebih tahan deformasi dan memiliki performa struktural yang
baik, tetapi memerlukan biaya awal tinggi dan waktu pelaksanaan lebih lama.
Perkerasan kaku juga dapat menimbulkan suara bising dan getaran kurang nyaman.
c.
Perkerasan Komposit
Kombinasi dua sistem di atas, umumnya terdiri dari
lapisan permukaan aspal beton di atas pelat beton semen. Dirancang untuk
menggabungkan kekuatan struktural sistem kaku dengan kenyamanan dan
fleksibilitas sistem fleksibel. Keunggulannya meliputi umur layanan panjang,
ketahanan terhadap beban berat, dan kenyamanan berkendara. Namun, kompleksitas desain dan
konstruksi, serta kebutuhan kontrol mutu ketat, menjadi tantangan tersendiri.
4.3
Analisis Keberlanjutan dan Efisiensi Siklus Hidup
Perkerasan komposit dapat menjadi
solusi optimal untuk proyek strategis seperti jalan utama di IKN,
mempertimbangkan kondisi lalu lintas jangka panjang, potensi pemeliharaan
minimal, dan kualitas layanan tinggi. Komparasi menyeluruh ini diharapkan
memberikan justifikasi kuat terhadap pemilihan sistem perkerasan komposit pada
proyek ini.
4.4
Studi Kasus Proyek Sebelumnya
Penerapan sistem perkerasan komposit
dalam proyek-proyek infrastruktur jalan sebelumnya telah menunjukkan
keunggulan, khususnya dalam konteks tanah dasar yang lemah, kebutuhan
durabilitas tinggi, dan beban lalu lintas berat. Pengalaman di beberapa proyek
nasional menunjukkan bahwa kombinasi pelat beton dan lapisan aspal memberikan
manfaat berupa, peningkatan kenyamanan berkendara, dan kemudahan perawatan
lapis permukaan.
5.
Mekanisme dan Konsep Teknis dari
Referensi Internasional
5.1
Mekanisme Retak Refleksi dan Konsep CRCP
Retak
refleksi umumnya terjadi pada overlay aspal di atas perkerasan beton
semen dengan sambungan transversal aktif (misalnya JPCP). Perubahan suhu dan
pembebanan lalu lintas menyebabkan sambungan bergerak (membuka/menutup),
memproyeksikan tegangan ke atas dan membentuk rekahan pada lapisan aspal di
atasnya.
Continuously
Reinforced Concrete Pavement (CRCP) adalah pelat beton yang tidak memiliki
sambungan melintang aktif. Pelat ini diberi tulangan memanjang menerus sehingga
retak yang terjadi lebih rapat namun terkontrol dan bersifat mikroskopis.
Retak-retak kecil ini tidak membuka secara signifikan (berkat peran tulangan),
sehingga pergerakan slab lebih seragam dan distribusi tegangan ke atas
jauh lebih halus.
5.2
Efek Overlay Aspal di atas CRCP
Dengan
CRCP, tidak ada sambungan besar yang menjadi sumber retak refleksi periodik.
Retak yang terjadi pada beton CRCP cenderung stabil dan berlebar sangat kecil
(mikro), sehingga tidak mampu menyalurkan tegangan "lonjakan" ke overlay
aspal seperti pada joint JPCP/JRCP. Akibatnya, lapisan aspal di atas
CRCP mengalami inisiasi retak refleksi yang jauh lebih sedikit, dengan pola
retak yang acak, jarang, dan banyak yang tidak sampai ke permukaan.
Menurut
American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO)
1993 & 2002 serta Mechanistic-Empirical Pavement Design Guide (MEPDG), overlay
di atas CRCP tidak menyebabkan proyeksi sambungan reguler ke atas, sehingga
risiko retak pada aspal baru jauh lebih kecil. Studi terstandarisasi (AASHTO,
NCHRP, FHWA) membuktikan bahwa kinerja overlay aspal akan jauh meningkat
jika diletakkan di atas CRCP dibandingkan JPCP. MEPDG juga mengeliminasi retak
refleksi pada overlay aspal di atas CRCP karena perpindahan tegangan yang
lebih stabil serta tidak adanya "lonjakan" tegangan akibat pergerakan
sambungan.
"Reflection
cracking can be effectively avoided by placing an HMA overlay over CRCP base.
Joints in JPCP or JRCP tend to reflect through overlays, unless mitigated by
means such as interlayers, saw-and-seal, or rubblization." (AASHTO MEPDG, NCHRP Synthesis 338).
5.3
Keberhasilan Overlay di atas CRCP: Studi
Lapangan & Kalibrasi Model
Tidak
adanya joint aktif yang memicu pergerakan besar pada permukaan overlay,
tegangan termal dan beban lalu lintas terdistribusi ke banyak retak mikro yang
stabil, bukan ke sambungan besar. Fungsi tulangan menerus juga menjaga agar
retak tidak melebar dan tetap tertahan di permukaan beton.
Model
prediksi dan validasi lapangan yang dikembangkan dalam MEPDG dan riset NCHRP
menyatakan bahwa retak refleksi pada overlay aspal di atas CRCP sangat
sedikit atau bahkan nihil sepanjang detail retak CRCP terkendali. Kalibrasi
empiris (field calibration) pada proyek-proyek interstate highway
AS secara konsisten menunjukkan durabilitas overlay aspal-CRCP jauh
melebihi overlay pada JPCP.
6.
Penerapan CRCP dalam Praktik Best Practice Global
6.1 Penggunaan CRCP
Pedoman
dari lembaga internasional seperti FHWA, NCHRP, dan Austroads secara konsisten
menekankan pentingnya pemilihan tipe pelat beton dan perlakuan khusus pada overlay
aspal untuk mencegah terjadinya retak refleksi pada perkerasan komposit.
FHWA
Tech Briefs dan NCHRP Report 682 merekomendasikan bahwa overlay aspal
paling ideal jika diaplikasikan di atas pelat beton tanpa sambungan melintang
aktif seperti CRCP. Penggunaan CRCP efektif menghindari proyeksi sambungan (reflection
cracking) ke overlay aspal, karena sistem ini tidak memiliki
sambungan transversal aktif yang dapat menjadi titik inisiasi retak.
Penelitian
yang disponsori oleh Departemen Transportasi Carolina Selatan dan Administrasi
Jalan Raya Federal menjelaskan keunggulan dan penerapan CRCP (Continuously
Reinforced Concrete Pavement) serta overlay langsung tanpa sambungan
aktif:
a.
CRCP
dibangun tanpa sambungan susut melintang aktif, mengeliminasi titik-titik
kelemahan standar pada beton (seperti pada JPCP atau JRCP).
b.
Retakan
yang terbentuk alami dan terdistribusi halus karena dikontrol oleh tulangan
memanjang.
c.
Pada
struktur komposit (overlay aspal di atas rigid pavement), tidak
adanya sambungan transversal pada CRCP membuat pola retak refleksi di lapisan
aspal jauh lebih kecil dibanding di atas JPCP.
d.
Bukti
empiris dan model prediksi (AASHTO MEPDG) menunjukkan overlay di atas
CRCP jarang mengalami crack pattern mengikuti “joint” konkret, sehingga
umur overlay jauh lebih panjang.
e.
CRCP
memiliki performa struktur yang sangat baik untuk jalan kelas berat/lalu lintas
tinggi, baik sebagai perkerasan utama maupun subbase di sistem komposit.
f.
Karena
minim sambungan, pemeliharaan ruas CRCP lebih mudah dan tingkat gangguan lalu
lintas akibat perbaikan retak/joint sangat rendah.
g.
Kenyamanan berkendara lebih baik karena permukaan lebih
rata dan tidak ada bump akibat joint.
h.
Tidak
diperlukan perawatan joint melintang secara reguler (joint sealing
periodik).
i.
Tidak
ada sambungan aktif yang bergerak (open/close) di beton dasar, sehingga
tidak terjadi transfer tegangan puncak ke overlay aspal yang khas muncul
sebagai pola retak tepat di atas lokasi joint pada JPCP/JRCP.
6.2 Praktik di Amerika Serikat dan Eropa
Di
AS dan Eropa, pemakaian CRCP atau sub-slab model CRCP sangat diunggulkan
dalam sistem perkerasan komposit untuk mengeliminasi pola retak refleksi pada overlay.
Teknologi ini terbukti paling efektif dari segi durabilitas dan umur layanan overlay
aspal. Penggunaan pelat beton menerus bertulangan (CRCP) sebagai lapisan dasar
sebelum pelapisan overlay aspal sesuai dengan best practice
internasional dan telah terbukti secara empirik maupun teoretis sangat
mengurangi, bahkan hampir menghilangkan, retak refleksi di overlay.
Sistem slab beton bersambung (JPCP, JRCP) yang memiliki sambungan aktif
justru memunculkan pola retak refleksi yang parah di overlay aspal di
atasnya, sehingga menurunkan umur layanan overlay dan mempercepat
masuknya air serta kerusakan lanjut. Dengan CRCP sebagai subbase,
durabilitas overlay aspal meningkat secara signifikan. Retak refleksi
hampir dapat dihilangkan tanpa perlu interlayer khusus, saw-and-seal,
maupun teknik mitigasi lanjutan lainnya. Minimnya retak refleksi membuat overlay
di atas CRCP lebih mudah dipelihara dan meminimalkan biaya siklus hidup jalan. Ini sangat
vital untuk proyek-proyek jalan tol, arteri utama, dan jaringan jalan strategis
yang menuntut umur panjang dengan perawatan minimal.
6.3 Pengalaman Australia
Austroads
Guide to Pavement Technology Part 2: Pavement Structural Design (2017)
memberikan dasar kuat untuk membandingkan perkerasan komposit JPCP dan CRCP
dengan overlay aspal:
a.
JPCP lebih ekonomis secara awal dan cocok
untuk lalu lintas sedang, tetapi memiliki risiko retakan refleksi dan biaya
pemeliharaan lebih tinggi.
b.
CRCP menawarkan kinerja jangka panjang yang
lebih baik dengan risiko retakan refleksi rendah dan pemeliharaan minimal,
meskipun biaya awal lebih tinggi.
c.
Overlay Aspal pada Perkerasan Beton (halaman 9): Aspal
dapat diterapkan di atas perkerasan beton untuk meningkatkan kenyamanan
berkendara atau mengurangi kebisingan. Namun, pada JPCP, sambungan beton dapat
menyebabkan retakan refleksi pada lapisan aspal, kecuali pada CRCP yang tidak
memiliki sambungan melintang.
Dokumen ini menekankan bahwa
perkerasan beton, termasuk JPCP dan CRCP, sering digunakan untuk jalan dengan
lalu lintas berat (desain lalu lintas >108 ESA) karena ketahanannya terhadap
beban berat dan kendaraan bergerak lambat. Untuk JPCP, subbase lean-mix
concrete biasanya digunakan untuk mendukung pelat beton pada jalan dengan
lalu lintas sedang hingga berat (halaman 9).
Perkerasan komposit dengan overlay
aspal di atas Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP) memiliki karakteristik
teknis yang spesifik, sebagaimana dijelaskan dalam Austroads Guide to Pavement
Technology Part 2 (Bagian 2.2.7, halaman 8-9). JPCP menggunakan sambungan
melintang setiap 5 meter untuk mengendalikan retakan akibat penyusutan dan
perubahan suhu, dengan dowel untuk transfer beban (disebutkan secara
implisit pada halaman 9). Overlay aspal, seperti lapisan 5 cm pada
proyek IKN, memberikan permukaan halus, tetapi rentan terhadap retakan refleksi
akibat sambungan JPCP, terutama di iklim tropis IKN dengan suhu tinggi.
Perkerasan komposit dengan overlay
aspal di atas Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP), sebagaimana
dijelaskan dalam Austroads Guide to Pavement Technology Part 2 (Bagian 2.2.7,
halaman 8-9), memiliki karakteristik teknis yang khas. CRCP menggunakan
tulangan baja longitudinal untuk mendistribusikan retakan halus secara alami,
sehingga menghilangkan kebutuhan sambungan melintang. Hal ini mengurangi risiko
retakan refleksi pada lapisan aspal, menjadikannya desain ideal untuk jalan dengan
lalu lintas berat, seperti jalan strategis di IKN, karena ketahanannya terhadap
beban berulang.
"Overlaying
asphalt on JPCP will result in almost inevitable reflection cracking unless
stress-absorbing interlayers or other techniques are employed. Overlays of
asphalt over CRCP bases exhibit much improved performance with negligible
reflection cracking."
7. Referensi Kementerian PUPR (Indonesia)
Dalam
lingkup nasional, sejumlah referensi dan kajian dari Kementerian PUPR, termasuk
Buku Panduan Perkerasan Beton Bina Marga, “Panduan Desain Jalan Komposit”,
serta berbagai riset internal oleh Pusjatan (misalnya oleh Sugiyanto dan Budi
Susanto, 2019), telah merekomendasikan pengembangan dan uji coba sistem
perkerasan komposit, khususnya berupa lapisan aspal di atas perkerasan kaku
dengan subbase CRCP (Continuously Reinforced Concrete Pavement).
Rancangan struktur seperti ini diakui efektif untuk meminimalkan risiko retak
refleksi, berkat karakteristik CRCP yang tidak memiliki sambungan melintang
aktif sehingga distribusi deformasi termal dan beban lalu lintas dapat merata
tanpa menciptakan lokasi inisiasi retak periodik pada overlay aspal di
atasnya.
Meskipun
hasil eksperimen lapangan dan analisis teknis menunjang keunggulan sistem ini
dalam meningkatkan umur layanan serta mengurangi kebutuhan pemeliharaan,
implementasi secara luas pada proyek jalan nasional masih menunggu proses
pengesahan dan adopsi dalam katalog atau standar resmi oleh Kementerian PUPR.
Dengan demikian, pendekatan berbasis CRCP telah diposisikan sebagai best
practice nasional hasil adopsi dan adaptasi dari pengalaman internasional,
namun perlu penguatan regulasi dan pembaruan dokumen standar agar dapat
diimplementasikan secara massal di seluruh Indonesia.
8. Kesimpulan
Berdasarkan
evaluasi teknis dan referensi yang ada, dapat disimpulkan beberapa poin penting
terkait desain perkerasan komposit pada Proyek Peningkatan Jalan Paket D-KIPP
1B-1C Kawasan IKN:
1.
Keunggulan
Overlay Aspal di atas CRCP
Secara
empiris dan teoritis, overlay aspal di atas CRCP mampu menghilangkan
hampir seluruh sumber retak refleksi pada overlay karena tidak adanya
sambungan besar yang aktif bergerak. Hal ini menghasilkan umur overlay
yang jauh lebih panjang dibandingkan perkerasan komposit dengan concrete
base tipe JPCP/JRCP. Solusi ini telah menjadi best practice
internasional dan diakui dalam dokumen AASHTO dan MEPDG terbaru.
2.
Kesenjangan
Standar Nasional
Manual Desain Perkerasan (MDP) 2024 belum mengatur overlay
aspal pada slab beton tanpa sambungan (Tipe CRCP) sebagai standar
nasional. Untuk komposit rigid-asphalt, slab beton tanpa
sambungan transversal aktif (CRCP) adalah best practice internasional
(AASHTO MEPDG 2015, FHWA, NCHRP 682, Austroads Guide 19) demi mengeliminasi
risiko reflection cracking di atas overlay aspal. Kajian dan review
desain sebaiknya mengacu pada standar internasional ini bila mengadopsi tipe
perkerasan komposit, mengingat dokumen MDP 2024 belum mengatur secara khusus.
3.
Referensi untuk Kajian Teknis
Untuk review desain dan kajian akademik,
disarankan mengutip AASHTO MEPDG, NCHRP Report 682, Austroads Guide 19, serta
FHWA Tech Briefs sebagai referensi kebijakan internasional dan rekomendasi
PUSJATAN/PUPR jika ada riset atau draf pedoman terkait kombinasi rigid
komposit-asphalt.
4. Risiko
Tinggi Retak Refleksi pada Desain Eksisting
Konfigurasi saat ini (AC-WC 5 cm di atas JPCP 26 cm)
berpotensi tinggi mengalami reflection cracking akibat pergerakan
sambungan melintang JPCP. Hal ini diperparah oleh kondisi iklim tropis IKN
(fluktuasi suhu tinggi) dan tanah dasar CBR 6% yang rentan deformasi.
5.
Ketidaksesuaian dengan Best Practice Internasional
Pedoman AASHTO, FHWA, NCHRP, dan Austroads secara tegas
menyatakan bahwa overlay aspal di atas JPCP (tanpa mitigasi khusus) akan
memicu retak refleksi yang signifikan, sementara CRCP terbukti meminimalkan
risiko ini karena tidak memiliki sambungan aktif.
6.
Potensi Masalah Struktural Lain
Desain eksisting juga berisiko mengalami pumping
dan erosi subgrade akibat infiltrasi air melalui sambungan JPCP,
deformasi permanen pada lapis aspal tipis (5 cm) akibat beban repetitif, serta
biaya pemeliharaan jangka panjang yang tinggi untuk perawatan sambungan JPCP
dan retak aspal.
9. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas,
berikut adalah rekomendasi untuk desain perkerasan jalan komposit pada Proyek
Peningkatan Jalan Paket D-KIPP 1B-1C Kawasan IKN:
1.
Revisi Desain Struktur Perkerasan (Rekomendasi Utama)
a.
Ganti JPCP dengan CRCP sebagai lapisan beton untuk
mengeliminasi sambungan melintang. Hal ini akan meminimalkan retak refleksi dan
mendistribusikan retak mikro secara terkontrol sehingga tegangan lebih merata.
Umur layanan lapisan aspal dapat 2-3 kali lebih panjang berdasarkan studi
AASHTO MEPDG.
b.
Pertahankan ketebalan pelat beton 26 cm, namun gunakan
penulangan memanjang dengan rasio tulangan 0,6–0,8% sesuai rekomendasi FHWA.
c.
Lean
concrete (10 cm) dan agregat (40 cm) tetap dipertahankan untuk stabilisasi subgrade.
d.
Penggunaan
CRCP akan mengoptimalkan kinerja jangka panjang, mengurangi biaya siklus hidup
(life cycle), dan
memenuhi standar internasional proyek strategis IKN.
2
Prioritas dan Kepatuhan Standar
a. Desain
eksisting berisiko tinggi mengalami kegagalan prematur akibat retak refleksi.
Oleh karena itu, rekomendasi utama adalah mengadopsi CRCP sebagai lapisan beton
untuk mengoptimalkan kinerja jangka panjang dan mengurangi biaya siklus hidup.
b.
Jika
desain tidak dapat diubah, mitigasi intensif (interlayer + saw-and-seal)
wajib diterapkan.
c.
Kolaborasi
dengan lembaga internasional (FHWA/Austroads) dan pembaruan standar PUPR
menjadi kunci keberhasilan dalam mengadopsi praktik terbaik ini.
3.
Implikasi Pemilihan Desain
a.
Untuk
menghindari masalah retakan refleksi pada perkerasan komposit dengan overlay
aspal, disarankan untuk tidak menggunakan pelat beton model Jointed Plain
Concrete Pavement (JPCP) atau Jointed Reinforced Concrete Pavement (JRCP)
sebagai lapisan bawah, terutama jika tujuan overlay adalah mengurangi
kekasaran permukaan (roughness) dan meningkatkan ketahanan selip (skid
resistance).
b.
Sebaiknya,
gunakan Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP) yang tidak memiliki
sambungan transversal aktif, karena JPCP cenderung menyebabkan retakan refleksi
yang sulit dicegah, bahkan dengan penggunaan lapisan interlayer.
4.
Dukungan Teknis dari Referensi
a.
Berdasarkan
standar internasional seperti AASHTO Pavement Guide, NCHRP 682, Austroads Guide
to Pavement Technology Part 2, dan TRB Report on Reflection Cracking in Asphalt
Overlay, desain perkerasan komposit dengan overlay aspal di atas pelat
beton Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP) cenderung menghasilkan retakan
refleksi akibat sambungan transversal aktif yang sulit dicegah.
b.
Oleh
karena itu, untuk meminimalkan efek retakan refleksi dan mematuhi best
practice internasional dari AASHTO, NCHRP, FHWA, dan Austroads,
direkomendasikan untuk mengadopsi desain pelat beton tanpa sambungan melintang
aktif, yaitu Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP), terutama jika
standar lokal seperti MDP Indonesia belum mengatur secara spesifik, sehingga
kajian teknis ini dapat digunakan sebagai dasar yang valid.
5.
Pentingnya CRCP dalam Desain Komposit
a.
Standar
internasional dan referensi nasional secara konsisten merekomendasikan
penggunaan Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP) sebagai base
pada desain perkerasan komposit untuk meminimalkan retakan refleksi, sebelum
dilapisi dengan overlay aspal, karena tidak adanya sambungan transversal
aktif.
b.
Jika
Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP) atau Jointed Reinforced Concrete
Pavement (JRCP) tetap digunakan di bawah overlay aspal, mitigasi
tambahan seperti stress-absorbing interlayer, teknik saw-and-seal,
atau bahkan rubblization menjadi syarat mutlak, meskipun langkah-langkah
ini belum sepenuhnya efektif seperti solusi CRCP. Retakan refleksi pada JPCP
dengan overlay aspal hampir tidak dapat dihilangkan sepenuhnya tanpa
mitigasi teknis yang memadai.
Dukungan
Teknis dari Referensi:
- AASHTO
MEPDG & NCHRP:
"Overlay aspal di atas CRCP mengurangi retak refleksi hingga 90%
dibanding JPCP" (NCHRP Synthesis 338).
- Austroads: "CRCP adalah solusi optimal
untuk jalan beban berat dengan kebutuhan umur panjang" (Part 2:
Pavement Structural Design, 2017).
- FHWA: "CRCP menghilangkan
kebutuhan joint maintenance dan meningkatkan ride quality" (Tech
Brief: CRCP Design).
Jakarta 31 Juli 2025
Eko Suyono
Engineering Expert
Komentar
Posting Komentar